Suatu sore, Kancil jalan-jalan santai disebuah danau. Ia melihat pemandangan danau yang indah. Namun, tiba-tiba Buaya memegang kakinya. Ia terkejut dan langsung melihat ke arah Buaya.
“Kena kau, Kancil! Sekarang aku mendapatkanmu. Aku tidak sabar ingin memakan dagingmu yang empuk dan lembut,” kata Buaya senang.
Kancil merasa ketakutan, namun berusaha untuk tenang dan berpikir cara melepaskan diri dari si Buaya. “Wah, wah, kau terlihat sangat lapar, Buaya. Tubuhku yang kecil tidak akan cukup untuk dibagi-bagi bersama kawanmu. Bagaimana kalau aku menghitung jumlah kalian dulu? Agar aku bisa membagi dagingku dengan adil nanti. Dengan begitu, tidak akan ada perkelahian diantara kalian,” kata si Kancil.
Si Buaya terlihat berpikir. “Idemu bagus, Kancil. Tapi, bagaimana kau menghitung kami?”
“Nah, sekarang, kalian berbaris rapi. Aku akan melompat tubuh kalian dan menghitung satu per satu. Dengan begitu, kita dapat menghitung jumlah kalian,” kata Kancil.
“Baiklah, Kancil. Tapi, jangan sekali-kali kamu menipu kami lagi. Aku tidak sabar ingin memakanmu!” kata Buaya dengan mata yang melotot.
“Iya, Buaya. Bagaimana aku bisa kabur darimu sekarang? Berbarislah yang rapi,” kata kancil. Ia tersenyum melihat para buaya dengan sigap dan patuh berbaris rapi di depannya.
“Baiklah, aku mulai menghitung, ya!” kata Kancil.
“Iya, Kancil. Cepatlah hitung kami!” jawab Buaya.
“Baiklah,” kata kancil, lalu melompati tubuh para buaya satu per satu. Namun, setelah melompati tubuh buaya yang terakhir, Kancil melompat keseberang. Ia lalu berlari cepat dan meninggalkan buaya-buaya kelaparan itu.
“Kancil, kemana kau!” Jangan lari!” Terdengar suara keras Buaya. Namun, Kancil terus berlari meninggalkan buaya-buaya itu.
Kancil merasa ketakutan, namun berusaha untuk tenang dan berpikir cara melepaskan diri dari si Buaya. “Wah, wah, kau terlihat sangat lapar, Buaya. Tubuhku yang kecil tidak akan cukup untuk dibagi-bagi bersama kawanmu. Bagaimana kalau aku menghitung jumlah kalian dulu? Agar aku bisa membagi dagingku dengan adil nanti. Dengan begitu, tidak akan ada perkelahian diantara kalian,” kata si Kancil.
Si Buaya terlihat berpikir. “Idemu bagus, Kancil. Tapi, bagaimana kau menghitung kami?”
“Nah, sekarang, kalian berbaris rapi. Aku akan melompat tubuh kalian dan menghitung satu per satu. Dengan begitu, kita dapat menghitung jumlah kalian,” kata Kancil.
“Baiklah, Kancil. Tapi, jangan sekali-kali kamu menipu kami lagi. Aku tidak sabar ingin memakanmu!” kata Buaya dengan mata yang melotot.
“Iya, Buaya. Bagaimana aku bisa kabur darimu sekarang? Berbarislah yang rapi,” kata kancil. Ia tersenyum melihat para buaya dengan sigap dan patuh berbaris rapi di depannya.
“Baiklah, aku mulai menghitung, ya!” kata Kancil.
“Iya, Kancil. Cepatlah hitung kami!” jawab Buaya.
“Baiklah,” kata kancil, lalu melompati tubuh para buaya satu per satu. Namun, setelah melompati tubuh buaya yang terakhir, Kancil melompat keseberang. Ia lalu berlari cepat dan meninggalkan buaya-buaya kelaparan itu.
“Kancil, kemana kau!” Jangan lari!” Terdengar suara keras Buaya. Namun, Kancil terus berlari meninggalkan buaya-buaya itu.
Nasihat :
Jadilah cerdik dan pintar dalam menghadapi kesulitan. Bersikap beranilah dalam menghadapi tantangan hidup.